Monday 3 July 2017

KARENA NILA SETITIK RUSAK SUSU SEBELANGGA

Karena nila setitik, rusak susu sebelangga.
Mungkin itulah ungkapan yang pantas disematkan pada saya saat ini. Hanya karena poto kebersamaan saya dengan seorang sahabat laki-laki waktu kuliah yang kebetulan dia sudah beristri, maka munculah kebencian yang luar biasa dari sang istri terhadap saya.
Saya mengerti sekali, karena saya pun seorang istri dari seorang laki-laki yang teramat saya cintai. Mungkin wajar bila saya dalam posisi dia akan menaruh kecurigaan yang sama.
Namun apakah wajar jika kecurigaan menjadi sebuah kebencian hingga berlanjut dan membabi buta menjadi sebuah cacian dan makian, meskipun saya sudah menjelaskan duduk persoalannya secara gamblang terhadap dia tentang poto itu.

Saya menyadari, sebagai seorang perempuan memang harus ekstra hati-hati jika akan melakukan sesuatu. Jangan dianggap sepele. Apalagi jika bersama dengan lawan jenis apalagi yang bukan muhrim. Karena segimanapun tidak ada apa-apanya, namun akan berbeda halnya jika ditafsirkan oleh orang lain. Mereka tidak mengerti latar belakang bagaimana poto itu dibuat. Bahkan mereka tak mau tau dan tak mau mengerti. Mereka hanya men-judge apa yang mereka lihat didepan mata. Bukti poto yang dilihatnya.

Bagi saya, dicaci, dimaki, dibenci tidaklah mengapa. Toh saya tidak merasa menyakitinya. Meskipun jujur dalam lubuk hati saya ada perasaan gak enak. Ya bagaimana tidak enak, tiap ada telpon atau SMS pasti bernada marah dan curiga. Dan saya sering merasa terganggu. Walhasil persahabatan kami pun menjadi retak meski kami tak menghendakinya. Perlahan saya dan dia pun saling menjauh dan membatasi diri, meski kami sama-sama saling mengerti, ini demi kebaikan sang istri yang tengah membenci.

Sebagai seorang sahabat, tentu tak mudah memutuskan suatu persahabatan yang terjalin lama, terjalin baik, simbiosis mutualisme yang menguntungkan. Bagaimana ketika saya susah, dia membantu. Begitupun sebaliknya.

Awal persahabatan kami (saya dan suami dari istri yang mencemburui saya), semua didasari niat baik. Bagaimana kami mempunyai tujuan yang sama, menyelesaikan studi tepat waktu dengan hasil yang baik. Tentunya, dimasa itu, banyak tugas, banyak PR yang harus kami selesaikan tepat waktu. Dan karena itulah kami bersinergi, saling mengisi, untuk bisa menyelesaikan semuanya. Namun catat, bukan hanya sama dia tapi kami merupakan sebuah tim yang solid, saya, dia dan beberapa kawan yang lain. Bedanya, saya memang merasa leluasa dengan dia. Ada banyak alasan, salahsatunya karena usianya yang sudah senior, saya merasa lebih leluasa karena ya merasa terlindungi dan lebih bebas untuk berkomunikasi, sama sekali bukan urusan pribadi. Berbeda halnya dengan teman lain yang umurnya sepantaran saya bahkan ada yang dibawah umur saya, saya agak menjaga jarak dengan mereka, saya menghargai posisi saya. Pada mereka saya lebih memposisikan diri saya sebagai kakak yang bisa ngemong mereka.

Namun ternyata, yang saya anggap tidak akan kenapa-kenapa justru menjadi sebuah "mamala". Sebuah poto tak penting justru menjadi awal keretakan persahabatan kami. Oleh istri sahabat saya itu, saya dituduh berbuat hal yang tidak sewajarnya, bahkan dia menghakimi saya sebagai wanita penggoda. Naudzubillah.....saya sangat sedih sekali.

Cerita ini sebenernya tidak patut saya tulis di media sosial, namun saya hanya ingin mengingatkan pada kaum saya, kaum wanita, pada sesama istri yang bersuami.
Mencintai suami boleh, bahkan harus. Tapi jangan mencurigainya yang berlebihan, apalagi membawa-bawa orang lain. Ingat, jangan jatuhkan harga diri kita. Marah, benci, boleh. Tapi perlihatkan keeleganan kita sebagai perempuan. Cari jalan terbaik. Bukan dengan membenci dan memarahi dengan membabi buta pada orang yang belum tentu bersalah. Apalagi mungkin orang itu telah berbuat baik pada kita meski dengan secara tidak langsung.

Sebelum melakukan hal yang berlebihan, mari kita introspeksi dulu, seperti apa rumah tangga kita. Sudahkah suami kita merasa nyaman hidup dengan kita ?
Catat : semasa saya bersahabat dengan dia. Tak pernah sekalipun kami saling curhat tentang rumah tangga masing-masing. Semua sebatas urusan study. Saya berprinsip bahwa urusan rumah tangga adalah urusan dapur masing-masing yang tak seharusnya diumbar bahkan pada orang tua kita sekalipun.

Jadi, semoga beliau (istri dari sahabat saya) segera bisa menyadari. Karena jujur, bagi saya seluruh keluarga dari seorang sahabat saya, mereka termasuk dari sahabat saya juga. Jika beliau mau membuka hati dan melepaskan kebencian dan kecurigaannya, saya sangat menerima dia menjadi sahabat saya. Semoga :)

No comments:

Post a Comment